WHAT'S NEW
POSTINGAN SELANJUTNYA: MENERAPKAN DIAGRAM TERNER AN-CPX-OPX UNTUK IDENTIFIKASI BATUAN BASA

KRISTAL 1: Sudut antarbidang sebagai Identitas Kristal

Nicolaus Steno (1638-1686) pada tahun 1669 melakukan pengamatan terhadap kristal-kristal kuarsa . Walaupun masing-masing kristal kondisinya berbeda baik itu dari segi cara terjadinya dan ukurannya yang menyebabkan bentuk luarnya turut berbeda, ternyata sudut antar pasangan bidang kristal yang sejenis tetap sama. Sehingga besarnya sudut tumpuan antara dua bidang kristal akan menunjukkan identitas kristal tersebut.

Berdasarkan hal itu Steno kemudian membuat hukum "The Law of Constancy of Angel" yaitu:
1.Sudut antara dua bidang kristal dalam satu individu kristal selalu tetap atau konstan.


Terlihat pada gambar diatas, kedua gambar memperlihatkan jenis kristal yang sama. Gambar 1 kondisi awal kristal sedangkan gambar 2 kondisi akhir kristal. Warna kuning pada kristal di gambar 2 memperlihatkan hasil pertumbuhan dari kristal di gambar 1. Namun kedua kristal memperlihatkan besar sudut antarbidang yang sama walaupun telah terjadi pertumbuhan kristal. Hal itu diperlihatkan oleh sudut antara bidang A dan bidang B sama-sama sebesar α  dan sudut antara bidang C dan bidang D yang sama besar, sebesar β.

2.Sudut antara dua bidang kristal sama besarnya dengan sudut yang bersamaan pada individu lain pada jenis mineral yang sama.


Pada gambar diatas terlihat dua buah kristal yang berbeda, namun terletak pada jenis mineral yang sama. Bentuk kristal B mengalami pemanjangan sedangkan bentuk kristal A tetap. Kristal A dan B tampak memiliki hal yang sama dalam besar sudut antarpasangan bidang kristal yang sejenis.

Dari kedua hukum tersebut kita dapat mengambil kesimpulan bahwa peristiwa penambahan dan pemanjangan bidang pada kristal tidak akan merubah sudut antarbidang kristal. Oleh karena itu, di dalam klasifikasi sistem kristal pengukuran sudut antarbidang kristal merupakan hal yang penting.

Ada beberapa cara pengukuran sudut antar bidang kristal:
1. Pengukuran secara langsung dengan menggunakan Goniometer Kontak
Goniometer kontak adalah alat ukur sudut antarbidang yang cocok untuk dilakukan secara langsung di lapangan, hal itu dikarenakan goniometer jenis ini mudah dibawa kemana-mana. Goniometer ini pada umumnya memiliki dua jenis utama yaitu goniometer kontak yang menggunakan busur setengah lingkaran dan goniometer kontak yang menggunakan busur lingkaran penuh. Kedua jenis goniometer tersebut memiliki komponen utama yang sama yaitu:
- Axis: titik perpotongan antara bidang movement arm dan stabilization arm
- Movement arm: bidang yang dapat digerakkan.
- Stabilization arm: bidang yang tidak dapat digerakkan
- Busur: terdapat besaran sudut


Cara pengukuran goniometer kontak:
A. Goniometer  kontak yang menggunakan busur setengah lingkaran
1. Pada kristal tentukan bidang kristal yang hendak diukur

2. Tentukan sudut pada bidang kristal yang hendak diukur karena goniometer jenis ini hanya mampu mengukur sudut antarbidang satu per satu.

3. Tentukan juga jenis-jenis bidang (sisi kristal) yang membentuk sudut tersebut.


4. Tempelkan stabilization arm terlebih dahulu pada salah satu bidang (sisi kristal yang hendak diukur), stabilization arm pada goniometer jenis ini merupakan diameter dari busur.
5. Sedangkan untuk bidang (sisi kristal) lainnya tempelkan movement arm dengan cara menggerakkan bidang movement arm.
6. Bagian tengah bidang movement arm ibarat penunjuk jam, sehingga besaran sudutnya dapat diukur.
 
Pada gambar diatas terlihat besar sudut α sebesar 90°. Dikasus lain misalnya kita menemukan bidang kristal yang berbentuk belah ketupat, setelah dilakukan pengukuran sudut antar bidang, diperolehlah hasilnya sebesar 60° seperti ditunjukkan oleh gambar dibawah ini.

 
Pada goniometer kontak yang menggunakan busur setengah lingkaran untuk memahami cara kerja goniometernya agar tidak terjadi kesalahan dalam membaca sudut, maka kita harus memahami sifat sudut yang sama besar ketika dua sudut saling berhadapan, seperti gambar dibawah ini dimana besar sudut ? = α.
 

B. Goniometer kontak yang menggunakan busur lingkaran penuh
1. Pada kristal tentukan bidang kristal yang hendak diukur

2. Tentukan sudut pada bidang kristal yang hendak diukur.

3. Tentukan juga jenis-jenis bidang (sisi kristal) yang membentuk sudut tersebut.

4. Tempelkan stabilization arm terlebih dahulu pada salah satu bidang (sisi kristal yang hendak diukur), stabilization arm pada goniometer jenis ini membentang pada lingkaran busur yang melewati sudut 0° dan 180°.
5. Sedangkan bidang (sisi kristal) lainnya tempelkan movement arm dengan cara menggerakkan bidang movement arm.
6. Bagian tengah bidang movement arm ibarat penunjuk jam, sehingga besaran sudutnya dapat diukur.
 
Pada gambar diatas terlihat besar sudutnya sebesar 90°.
 
Untuk contoh pengukuran sudut pada salah satu sudut kristal berbentuk belah ketupat seperti yang disajikan gambar diatas terlihat besar sudutnya 60°. Untuk goniometer jenis ini pembacaan bisa langsung dilakukan tanpa memperhatikan konsep sudut sama besar ketika dua sudut saling berhadapan.

2. Pengukuran dengan metode difraksi sinar-X

Struktur Kristal menentukan pola difrakasi dari suatu zat atau lebih spesifiknya, bentuk dan ukuran dari unit sel menentukan posisi anguler dari garis-garis difraksi, dan susunan atom didalam unit sel menentukan intensitas relatif dari garis-garis tersebut yang dapat kita ringkas dengan menggunakakn table berikut ini:

Strutur Kristal Pola Difraksi
Unit Sel Posis Garis
Posisi Atom Intensitas Garis

Karena struktur dapat digunakan untuk menentukan pola difraksi, maka sangatlah mungkin bagi kita untuk menggunakan yang sebaliknya yaitu menggunakan pola difraksi untuk menentukan struktur kristal. Hal ini sangat mungkin dilakukan, namun tidak dengan menggunakan cara langsung. Penghitungan struktur secara langsung dari pola difraksi yang diberikan biasanya tidak dapat menyelesaikan masalah, karena prosedur yang digunakan merupakan hasil trial and error.
Proses penentuan struktur dari material yang belum diketahui dilakukan dalam 3 tahapan yaitu:

a. Bentuk dan ukuran unit sel diambil dari posisi anguler dari garis-garis difraksi.
Pertama-tama kita asumsikan bahwa material yang belum kita ketahui ini termasuk kedalam salah satu dari tujuh sistem Kristal, dan kemudian kita tentukan indeks Miller yang tepat untuk masing-masing refleksi. Tahap ini disebut sebagai “pengurutan pola” dan hal ini hanya dapat dilakukan jika kita telah memilih sistem Kristal yang tepat. Sekali saja pemilihan ini dilakukan, maka bentuk dari unit sel dapat diketahui (dari sistem Kristal), dan ukuran kristalnya dapat dihitung dari posisi dan indeks Miller dari garis-garis difraksi.
b. Kemudian jumlah atom per unit sel dihitung dari bentuk dan ukuran unit sel, komposisi kimia dari zat tersebut dan pengukuran densitasnya.
c. Akhirnya, posisi dari atom-atom dalam unit sel dimanil dari intensitas relatif dari garis-garis difraksi. Jika ketiga langkah ini kita lakukan maka proses penentuan struktur Kristal telah selesai.

Pada umunya tahap ketiga merupakan tahapan yang paling sulit, dan terdapat banyak sekali struktur yang diketahui secara tidak sempurna.

3. Pengukuran dengan metode refleksi menggunakan Goniometer Refleksi Wollastone

Goniometer jenis ini memanfaatkan peristiwa refleksi cahaya untuk mengukur sudut antar bidang pada kristal. Goniometer refleksi cocok untuk kristal berukuran kecil dengan permukaan yang halus. Meskipun perangkat ini portabel, akurat dan mudah digunakan, namun hanya bisa mengukur sudut antara dua bidang sekaligus. Jika pengguna ingin mengukur setiap sudut antara bidang yang berdekatan haruslah diposisikan ulang dan dimulai lagi.

0 comments:

Post a Comment