PART 1 : Bangko (kenangan masa lalu)
Bismillahirrahmanirrahim... kondisi sistem perkuliahan daring karena covid-19 membuat saya melanjutkan hobi (daripada nganggur ae di kostan) saya untuk kembali menulis blog ini hehehe (Semoga saja istiqomah). Baiklah di tulisan kali ini saya akan menceritakan secuil kisah saya. Ya walaupun mungkin gak semenarik kisah-kisah mereka, tapi nikmatin aja ya awokwokwok.20 tahun silam di R.S Bersalin Abundjani Padang diriku dilahirkan dari pasangan guru (Guru SMK dan Guru SD). Hal itu membuat kakakku memiliki adik pertamanya. Sekitar 1 tahun sejak kelahiranku kami tinggal di kota Padang sebelum akhirnya pindah ke kampung ibuku, desa Silaping. Saat itu ayahku bekerja di kota Bangko, sebelum akhirnya kami menyusul di tahun 2004 berbarengan dengan kelahiran adik laki-lakiku.
Kota Bangko https://djangki.wordpress.com/2018/05/02/sukaduka/ |
Masa kecilku tak jauh berbeda dengan anak kecil lainnya masuk keluar hutan, baku hantam sekuy, dan nongki-nongki di jalan adalah beberapa contoh kegiatan unfaedah yang aku dan temanku lakukan. Dengan circle pertemanan yang cukup besar (hampir berteman sekomplek wkwkwk) dan kepolosan yang tinggi membuat bermain begitu mengasyikkan.
2006 adalah tahun pertamaku menempuh jenjang pendidikan. SDN 115 Bangko menjadi SD pilihanku, sekolah itu berjarak sekitar 3 kilometer dari tempat aku tinggal. Saat itu aku sudah memiliki mimpi untuk berkuliah di ITB dan menjadi seorang ilmuwan. Jarak lokasi ibuku mengajar dengan sekolahku yang jauh (sekitar 14 kilometer) membuat diriku tak betah berlama-lama bersekolah disana. Baru 3 bulan bersekolah disana akupun memutuskan untuk pindah ke SDN 146/VI Mentawak tempat ibuku mengajar.Ya setidaknya disanalah kisah itu dimulai.
SDN 115/VI Bangko http://sdn115bangko.blogspot.com/2015/09/sdn-115vi-bangko-viii.html |
SDN 146/VI Mentawak http://sekolah.data.kemdikbud.go.id/index.php/chome/profil/E013F15C-0C26-E111-970E-772AEE186C59 |
Menjadi seorang anak guru seolah memberikan kesan lain terhadapku (ya sama-sama tau ajalah ya wkwkwk). SDN 146/VI Mentawak tidaklah sefamous SDku sebelumnya. Jauh dari pusat kota mungkin menjadi faktor utamanya. Namun di SD ini aku rasa kualitas gurunya tak kalah saing dengan sekolah lainnya di kabupatenku.
Tahun pertama sekolah aku langsung membuat masalah hal itu tak lain karena keunfaedahan kegiatanku. Kejadiannya bermula ketika para siswa sudah pulang sekolah, entah siapa yang mulai duluan akupun main lempar-lemparan batu dengan kakak kelasku yang kalau tak salah kelas 5 sd. Kami berjarak sekitar 12 meter, aku berdiri di salah satu ujung gedung sekolah sedangkan kakak kelasku diujung satunya lagi. Permainan dilakukan dengan cara memantulkan batu ke lantai teras gedung yang terbuat dari semen dengan tujuan mengenai target. Batu yang digunakan biasanya berdiameter 0 cm - 2cm. Saling lempar pun terjadi antara aku dan kakak kelasku. Hingga akhirnya entah apa yang merasukiku aku mengambil batu dengan diameter 5 cm dan melemparnya dengan kuat. Batu itu melesat kencang terpantulkan sekali ke lantai gedung dan merubah arah geraknya, kakak kelasku tak sempat menghindar dan langsung saja batu itu mengenai kepalanya menyebabkan pendarahan dalam jumlah banyak.
Melihat itu aku ketakutan, akupun berlari ke ruang guru memberitahu ibuku, saat itu ada sekitar 3 orang guru di ruangan itu termasuk ibuku. Ibuku dan guru lainnya langsung saja berlari menuju lokasi kakak kelasku dan membawanya ke ruang guru yang kebetulan satu ruangan dengan UKS. Selang beberapa lama setelah diberi betadin dll yang saat itu aku tidak tahu namanya, pendarahannyapun berhenti. Beberapa menit kemudian orang tuanya datang menjemputnya. Terjadi percakapan antara ibuku, guru lainnya, dan orang tua kakak kelasku. Hanya sebentar saja kemudian kakak kelasku dan kedua orang tuanya pergi dengan sepeda motor bebek itu. Terlihat perban berwarna putih melilit kepalanya.
Setelah ashar ayahku datang untuk menjemput aku dan ibuku. Selama perjalanan aku hanya bisa diam sambil memikirkan bagaimana kondisi kakak kelasku itu. Aku takut kalau hal buruk terjadi padanya. Malam harinya langsung saja aku dimarahi oleh kedua orang tuaku dan sehabis itu kami langsung menuju rumah kakak kelasku dengan menggunakan sepeda motor. Setibanya disana, aku dan kedua orang tuaku terutama ayahku langsung meminta maaf, percakapan terjadi diantara mereka, kulihat kondisi kakak kelasku yang sudah agak baikan hatikupun sedikit lega melihatnya. Ayahku menyuruhku untuk meminta maaf kepada mereka (disitu aku pertama kali seperti diajarkan rasa tanggung jawab), satu persatu aku salami mereka sambil mengucapkan permohonan maaf. Sekitar satu jam kami disana sebelum akhirnya kami pamit pulang. Aku bersyukur mereka tidak marah kepada kami, dari situ aku bertekad untuk tidak membuat masalah dengan orang lain lagi.